2023, Jumlah Laporan Masyarakat di Ombudsman Jatim Diprediksi Naik

30

JawaPos.com–Tahun lalu merupakan transisi dari pandemi Covid-19 menuju endemi. Masa peralihan itu mengiringi pemulihan infrastruktur pelayanan publik. Tak terkecuali di Jawa Timur (Jatim). Kondisi kinerja pengawasan pelayanan publik makin menunjukkan tanda-tanda pemulihan mengarah pada sebelum terjadinya wabah Covid-19.

Dengan adanya pemulihan tersebut, Ombudsman RI (ORI) Jatim memproyeksikan angka laporan masyarakat yang masuk pada 2023 akan mengalami kenaikan. Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin mengatakan, kondisi normal bakal membuka peluang masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak pelayanan publiknya.

”Fenomena tersebut akan disokong oleh tren kenaikan laporan masyarakat ke Ombudsman Jatim. Pada 2020, jumlah laporan yang masuk sebanyak 408. Pada 2021 mengalami kenaikan menjadi 436 laporan dan pada 2022 melejit hingga 766 laporan,” ungkap Agus Muttaqin.

Rincian 766 laporan tersebut adalah 452 konsultasi non laporan (KNL), 9 laporan reaksi cepat ombudsman (RCO), 304 laporan masyarakat (LM), dan 1 investigasi atas prakarsa sendiri (IN). Sedang laporan yang ditindaklanjuti dan diselesaikan sebanyak 155 laporan dari total target penyelesaian 2022 sebanyak 180 laporan (86 persen).

Agus menyampaikan, Ombudsman RI Jatim mengimbau agar aparatur penyelenggara pelayanan mengantisipasi potensi kenaikan jumlah laporan. Caranya, melakukan pembenahan standar pelayanan, memaksimalkan pengelolaan pengaduan internal, dan melanjutkan inovasi pelayanan publik.

”Masyarakat kritis harus diimbangi profesionalitas aparatur,” tutur Agus Muttaqin.

Sekalipun ada kenaikan jumlah laporan, lanjut dia, masyarakat Jatim ternyata belum sepenuhnya memanfaatkan Ombudsman sebagai lembaga negara pangawas pelayanan publik. Masih ada akses pengaduan yang timpang berdasar kewilayahan.

Warga di kawasan pantai utara (Tuban hingga Probolinggo) mendominasi laporan daripada yang di pantai selatan (Pacitan hingga Banyuwangi). Seperti warga Malang Raya (Kabupaten dan Kota Malang serta Kota Batu) yang mengadu 25 pelapor, sedang Surabaya dan Sidoarjo masing-masing 169 dan 49 pelapor.

”Ini memunculkan pengawasan pelayanan publik belum inklusif dan menjadi pekerjaan rumah tahun depan,” jelas Agus.

Source