
JawaPos.com – Covid-19 kembali bermutasi. Kali ini varian yang muncul adalah Orthrus. Varian ini memiliki mutasi P681R yang sama dengan varian Delta yang mematikan pada beberapa waktu lalu.
Para ahli melaporkan varian Orthrus adalah varian CH.1.1 adalah Omicron dengan mutasi Delta yang mengkhawatirkan. Meski begitu varian ini bukan ‘Deltacron’ tetapi masih berpotensi mengkhawatirkan, kata para ahli. Selain itu, Omicron masih mengkhawatikan dunia dengan varian XBB.1.5, yang juga dikenal sebagai Kraken.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengatakan CH.1.1, atau Orthrus diperkirakan terdiri dari 1,5 persen dari kasus AS. Tidak banyak yang diketahui tentang strain yang relatif baru ini.
Sama seperti Omicron lainnya, Orthrus berpotensi lebih menular, menghindari kekebalan dari vaksin dan infeksi, serta menyebabkan penyakit yang lebih parah. Terlebih lagi, Orthrus menampilkan mutasi yang memprihatinkan yang terlihat pada varian Delta yang mematikan yang umumnya tidak terlihat di Omicron.
“Ini adalah contoh utama evolusi konvergen, sebuah proses di mana varian Covid berevolusi secara independen tetapi mengalami mutasi yang sama,” seperti laporan Fortune, Minggu (29/1).
“Ini masih terus diprediksi tentang bagaimana CH.1.1 akan menyebar di sejumlah negara, termasuk AS,” kata Direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular (CIDRAP) Universitas Minnesota, dr. Michael Osterholm,
“Jangan salah, kita masih dalam pandemi,” tegasnya.
Kapan CH.1.1 Ditemukan?
CH.1.1 muncul di Asia Tenggara dan sekarang bertanggung jawab atas lebih dari seperempat infeksi di beberapa bagian Inggris dan Selandia Baru, menurut para peneliti di Ohio State University. Prevalensinya meningkat tajam sejak November, dan sekarang terdiri dari sekitar 10 persen dari sampel COVID yang diurutkan setiap hari di seluruh dunia.
Varian tersebut termasuk di antara yang dipantau oleh WHO. CH.1.1 juga berikatan dengan baik pada reseptor ACE2, tempat di mana Covid menginfeksi sel manusia, menurut para peneliti Ohio State. Sehingga dapat menembus kekebalan antibodi dari infeksi dan vaksinasi sebelumnya, serta menyebabkan penyakit yang lebih parah.