
Jiu
Jiu,
bermacam bunga bakung telah
kau persembahkan pada perayaan bait merah
bekal melumpuhkan gelap
dan mengempiskan rencana jahat.
Darahmu telah suci dari pemberian nama
yang disiapkan bagi kejayaan
tapi ada tetua-tetua suka mengutuk budak
memakainya sebagai domba aduan.
Kau tetap berusaha melepas tulah
dari kuasa yang dilumuri kotoran.
Jiu,
puluhan lampion dan serenteng petasan
telah semarak di halaman rumahmu
tapi matamu masih menangkap keparat.
Nian-Nian jenis baru bermunculan
serupa teluh yang kerasnya seperti
tembok-tembok tinggi mengelilingi taman.
Hari ini masih terjadi, terjungkalnya
kemurnian karena kau lebih dulu
diculik kaum fuerdai
menjauhkanmu dari suara alam.
Teras belum surut dari malapetaka
mengancam jiwa-jiwa lugu karena begundal
jelmaan tetua-tetua sesat akan
menjadi algojo dengan modal harga darah.
Karanganyar, 2023
—
Januari 2023
Pekan keempat Januari
tahun ini, aku mendapati
matamu mulai
berhenti menangis, aku
melihat danau yang selama
ini bisu, kini memantulkan
lukisan awan memutih
menyerupai burung-burung
pipit yang siap menyusun
cerita baru tentang berkah.
Dari balik bukit, para
petualang menyaksikan api
berbentuk naga di tubuhmu
sementara matamu
tetap seperti ranu yang kali ini
tidak hanya menenangkan
tetapi air mata itu bisa
menenggelamkan
segala laku rakus
Orang-orang ingin dekat
denganmu menjaga kesucian
karenanya meski hari berlalu
kerap berteman hujan
tapi mereka tak pernah lupa
menyediakan kayu bakar
sejak musim kemarau lalu
Pada akhir Januari
kuncup mei hwa mulai mekar
aku telah mencium harumnya
mengalahkan busuk bangkai
akibat kesalahan masa silam.
Karanganyar, 2023
—
Hujan di Hari Imlek
Tak perlu kita keluhkan ketika hujan mengguyur lampion perayaan, karena basah itu menandakan suburnya pengertian kita pada aneka kuncup jeruk untuk meluruhkan daki, melumat niat buruk, dan meneguhkan arah menuju bening udara.
Tak perlu kita sesalkan ketika perjalanan barongsai menuju balai-balai terhalang genangan air, karena rintangan itu akan menebalkan perhatian kita pada masa panen, menghalau murka Nian, dan mengamankan jiwa leluhur.
Tak perlu kita risaukan ketika anak-anak hanya mendapat sedikit angpao, karena warna merahnya tidak akan luntur oleh air mata hingga kita tetap merawat rindu di belahan jantung, menguras keruh di pikir, dan menjaga tunas yang sudah selayaknya bersemi.
Karanganyar, 2023
—
Nasihat Leluhur
Shang telah bergerak sebelum tahun-tahun
dicatat sebagai awal ritual pengorbanan
mengangkat nama dewa di setiap akhir musim
wujud persembahan hasil panen.
Dengan gigi taring, Nian siap merampas segala
orang-orang menaruh makanan di depan pintu
agar Nian tak masuk rumah merebut kuasa.
Datang nasihat leluhur, Nian takut suara-suara
dan segala yang berwarna merah
hingga lentera digantung jejer di serambi
dan bambu bakar membuat letusan beruntun.
Karanganyar, 2023
—
Yuditeha, Penulis, tinggal di Karanganyar. Buku puisi terbarunya Kamus Kecil untuk Pendosa (2022).